BeritaPedia.news, Jakarta – Konflik dualisme kepengurusan Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) hingga kini belum juga tuntas, meski Mahkamah Agung telah mengeluarkan putusan Peninjauan Kembali (PK) No. 68 Tahun 2022 dan PTUN Jakarta menetapkan perkara No. 217 Tahun 2024.
Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Republik Indonesia dinilai tidak menunjukkan progres signifikan dalam menyelesaikan persoalan ini. Akibatnya, muncul berbagai spekulasi dan keresahan di kalangan jutaan pendekar PSHT di seluruh Indonesia.
Berdasarkan laporan dari antaranews.com, PTUN Jakarta telah mengirimkan surat resmi bernomor 614 tertanggal 11 Februari 2025 kepada Menteri Hukum dan HAM. Surat tersebut juga ditembuskan kepada Presiden Prabowo Subianto dan Ketua DPR RI Puan Maharani. Isinya adalah permohonan pemulihan terhadap objek sengketa, yakni kepengurusan PSHT, agar segera dikabulkan.
Ketua Umum PSHT hasil Parapatan Luhur tahun 2016, Muhammad Taufiq, menyayangkan sikap pasif yang ditunjukkan oleh Kemenkumham di bawah kepemimpinan Menteri Supratman Andi Agtas. Ia menegaskan pentingnya peran negara dalam menjaga keadilan dan memberikan kepastian hukum bagi organisasi sebesar PSHT.
“Kami meminta Menkumham segera mematuhi dan melaksanakan putusan PTUN untuk mewujudkan kepastian hukum,” ujar Taufiq dalam acara Halal Bihalal Pengurus Pusat PSHT di Museum Purna Bhakti Pertiwi, TMII, Jakarta Timur, Minggu (20/4/2025).
Polemik yang melanda perguruan pencak silat terbesar di Indonesia ini juga menjadi perhatian Ketua Harian PB IPSI, Benny Sumarsono. Menurutnya, dualisme kepengurusan PSHT berdampak negatif terhadap pencak silat nasional.
“Putusan Mahkamah Agung seharusnya menjadi titik terang untuk mengakhiri konflik ini. Kami ingin segera menyelesaikannya, apalagi tahun ini kami berencana mengirim atlet pencak silat ke ajang SEA Games,” ujarnya. (Humas PSHT Pusat)
